Sabtu, 28 Juli 2012

Ketika Rasa Malu Telah Hilang

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, “Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman.” (HR Bukhari dan Muslim). Masih banyak hadits lain yang berbicara tentang rasa malu.

Orang yang tidak memiliki rasa malu, jiwanya akan tercoreng. Bahkan, dalam konteks rasa malu, dikatakan, manusia mempunyai dua hijab, yakni hijab umum dan hijab khusus. Hijab umum adalah rasa malu, sedang hijab khusus adalah pakaian yang menutupi aurat.
(majelis maulid wa ta'lim riyadlul jannah)

Rasa malu juga merupakan bagian dari keimanan, bahkan merupakan salah satu indikator tinggi-rendahnya keimanan. Karenanya, manusia yang paling beriman, yaitu Rasulullah SAW, adalah manusia yang paling pemalu, bahkan melebihi malunya para wanita yang dalam pingitan.

Namun (majelis maulid wa ta'lim riyadlul jannah), yang memprihatinkan, di bulan Ramadhan, yang seharusnya orang merasa lebih malu untuk berbuat sesuatu yang memalukan, justru sebagian di antara mereka mengumbar akhlaq tak terpuji itu. Salah satunya tawuran.

Dan (majelis maulid wa ta'lim riyadlul jannah), karena kuantitas dan frekuensinya yang begitu tinggi, sampai-sampai Polda Metro Jaya, misalnya, melansir ada 71 lokasi rawan tawuran di Jakarta. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol.) Rikwanto, gesekan antarwarga meningkat saat bulan puasa, terutama saat menjelang sahur.

Penyebabnya bermacam-macam, seperti ejek-ejekan, main petasan, dan lain-lain. Namun, sebab utama dari semua itu adalah hilangnya rasa malu.

Orang yang punya rasa malu tidak akan mudah mengejak orang lain. Ia akan www.majalah-alkisah.comselalu berintrospeksi, misalnya, “Jangan-jangan aku lebih memalukan daripada orang itu, maka sungguh tidak beralasan kalau aku mengejeknya.” (majelis maulid wa ta'lim riyadlul jannah)

Orang yang punya rasa malu tidak akan main petasan. Karena, main petasan itu dilarang oleh peraturan negara. Dan, dalam sebuah negara yang berperaturan, hanya orang yang tak bermalulah yang mau melanggar peraturan. Dampak main petasan itu banyak, dan bisa berbahaya. Misalnya, orang yang jantungan bisa mati mendadak mendengar ledakan petasan. Luka, kebakaran, dan masih banyak lagi.

Dan akhirnya, orang yang punya rasa malu tidak akan melakukan tawuran. Baik tawuran itu diliput media massa, maupun tidak (majelis maulid wa ta'lim riyadlul jannah)

Namun, kenyataannya, karena hilangnya rasa malu, mereka begitu gampang tawuran. Bahkan, seolah merasa bangga kalau diliput media massa. Sungguh sangat memalukan!

Jika kita berpegang pada teori risiko mayoritas, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah orang Islam, orang-orang yang melakukan tawuran itu sebagian besar ya orang Islam. Dan jika demikian, sungguh apa yang mereka lakukan telah menodai citra Islam.

Di saat gencarnya FPI, misalnya, melakukan sweeping terhadap rumah makan yang buka di siang hari di bulan Ramdhan, pada saat yang sama di bulan puasa, hanya beda waktu, yakni di malam hari, Islam ternoda oleh aksi tawuran.

Nah, dalam hal ini, tentu akan lebih baik jika FPI, misalnya, tentu setelah berkoordinasi dan mendapat pengawalan polisi, juga melakukan sweeping terhadap mereka yang berpotensi melakukan tawuran dan penyebab tawuran. Misalnya, FPI men-sweeping petasan, dan lain-lain.